Breaking News

Melihat Tradisi Terbang Wedar yang Masih Lestari dan Penuh Misteri

Sambangdesadesa.com / Pasuruan - Kesenian Terbang Wedar, yang berasal dari Dusun Wedar di Desa Gading, Kecamatan Winongan, Jawa Timur, memiliki sejarah dan makna mendalam bagi masyarakat setempat. Kesenian yang berusia ratusan tahun ini diyakini sebagai bentuk syukur dan ucapan terima kasih kepada Allah SWT atas berkah yang diterima.

Terbang Wedar awalnya menggunakan kentongan dari bambu. Namun, seiring dengan perkembangan zaman dan pengaruh kesenian dari Timur Tengah, alat musik yang digunakan beralih ke rebana. Alat musik ini memiliki ukuran lebih besar dibandingkan rebana biasa, dengan diameter mencapai 1 meter, dan dibuat secara mandiri oleh anggota kelompok.

Jasman, 55, anggota grup Terbang Wedar, menjelaskan bahwa saat ini kelompok tersebut terdiri dari 9 orang, mayoritas berusia di atas 50 tahun.

“Kami berupaya untuk menemukan penerus dari generasi yang lebih muda,” ungkapnya.

Kesenian Terbang Wedar berfungsi sebagai penebus nazar bagi masyarakat Winongan. Ketika seseorang mengucapkan nazar, mereka mengadakan selamatan dengan mengadakan pertunjukan Terbang Wedar.

"Jika seseorang ingin anak atau sembuh dari sakit, mereka akan mengadakan selamatan sambil bersalawat dengan Terbang Wedar," jelas Jasman.

Musik yang dihasilkan dari pertunjukan ini tetap mempertahankan alunan musik Jawa sebagai latar belakang, dengan lagu-lagu khas dan pembacaan kitab Barzanji. Jasman menambahkan, saat diundang untuk selamatan nazar, mereka lebih banyak menampilkan salawatan atau puji-pujian kepada Nabi Muhammad SAW.

Selain diundang untuk acara selamatan nazar, Terbang Wedar juga sering tampil dalam acara pernikahan, khitanan, dan selamatan desa. Kesenian ini tidak hanya populer di Kecamatan Winongan, tetapi juga menjangkau Kecamatan Lumbang, Grati, dan Rejoso.

Meskipun anggota kelompok Terbang Wedar memiliki pekerjaan lain, mayoritas mereka adalah petani.

“Terbang Wedar ini selain hobi, juga merupakan upaya untuk melestarikan budaya lokal yang telah ada sejak lama,” ujar Jasman.

Peminat kesenian ini masih banyak. Rata-rata, kelompok ini mendapatkan 3-5 undangan dalam sebulan, dengan durasi pertunjukan mencapai 3 jam.

“Biasanya, tamu juga ikut bersalawat saat acara, dengan rata-rata sekitar 100 jamaah hadir dalam setiap selamatan,” tambah Jasman.

Sebuah rebana raksasa berdiameter satu meter kini disimpan di rumah salah satu warga Dusun Wedar, Desa Gading, Kecamatan Winongan, Jawa Timur. Rebana ini diyakini memiliki sejarah yang kaya dan berusia ratusan tahun, serta diwariskan secara turun-temurun oleh masyarakat setempat.

Sihab Alwi, 58, salah satu penabuh rebana tersebut, mengungkapkan bahwa alat musik ini memiliki cerita mistis.

"Konon, rebana ini jatuh dari langit," ujar Sihab.

Ia menjelaskan bahwa pada zaman dahulu, seorang sesepuh desa bernama Mbah Kluntung menjemur kulit binatang untuk dijadikan rebana. Setelah kulit tersebut kering, Mbah Kluntung membuat rebana dengan ukuran yang tidak biasa.

Namun, ketika rebana tersebut diserahkan kepada warga di barat dusun, mereka menolak. Menyikapi penolakan itu, Mbah Kluntung melemparkan rebana ke arah timur, yaitu ke Dusun Wedar.

"Rebana jatuh dengan bersinar, dan warga pun terkejut. Namun, warga Wedar juga menolak, dan rebana itu kembali dilempar ke barat," jelasnya.

Setelah beberapa kali dipindahkan, rebana akhirnya menetap di Dusun Wedar. Sihab menambahkan bahwa Mbah Soleh Semendi, yang bertapa di dekat sungai, membawa kembali rebana dengan ukuran yang sama, namun konon merupakan rebana perempuan.

Sejak saat itu, rebana ini digunakan dalam berbagai acara penting, termasuk acara selamatan desa dan bagi orang-orang yang bernazar. Sihab menjelaskan, "Jika seseorang bernazar dan lupa mengundang Terbang Wedar, diyakini rumahnya akan didatangi ular sebagai pengingat."

Kelompok yang melestarikan kesenian ini juga melakukan ritual khusus sebelum memainkan rebana. Ritual tersebut meliputi persiapan sandingan yang terdiri dari beras, pisang, dan kemenyan.

Menurut Sihab, jika ritual ini tidak dilakukan, pemain rebana dapat mengalami sakit setelah pertunjukan.

"Ketika tidak dilakukan, pasti ada yang sakit. Selain itu, talinya biasanya diambil warga untuk kesembuhan," tambahnya.

Pelestarian dan Perawatan Riyawan Budi Santoso, 29, ketua RT setempat, menegaskan pentingnya menjaga rebana tersebut. Meskipun usianya sudah tua, kayu rebana tersebut tidak dimakan rayap dan masih terjaga dengan baik.

"Hanya kulitnya yang beberapa kali diganti karena sobek," ujarnya.

Rebana raksasa ini tidak hanya menjadi simbol budaya di Dusun Wedar, tetapi juga mencerminkan komunitas yang kuat dalam menjaga warisan budaya mereka. Setiap acara selamatan desa selalu melibatkan rebana ini, baik di dusun mereka maupun di desa tetangga.

Kesenian Terbang Wedar tidak hanya berfungsi sebagai hiburan, tetapi juga sebagai warisan budaya yang penting bagi masyarakat Kecamatan Winongan. Dengan usaha pelestarian yang dilakukan oleh generasi tua, diharapkan kesenian ini dapat terus hidup dan berkembang di masa depan.

Rebana raksasa di Dusun Wedar adalah bagian integral dari tradisi dan budaya masyarakat setempat. Dengan ritual dan makna yang mendalam, kesenian ini terus dilestarikan dan diharapkan dapat diwariskan kepada generasi mendatang. Masyarakat berkomitmen untuk menjaga dan merawat warisan budaya ini agar tetap hidup dan relevan dalam zaman modern.

Advertisement

Type and hit Enter to search

Close