Breaking News

Perempuan Berdaya Tanpa Kekerasan, Sebuah Refleksi Hari Kemerdekaan

kohati pb hmi,
Foto: Dri Fia Yulanda (Sekum Kohati PB HMI)
SAMBANGDESA.COM, OPINI -“Laki-laki dan Perempuan adalah sebagai dua sayapnya seekor burung. Jika dua sayap sama kuatnya, maka terbanglah burung itu sampai ke puncak yang setinggi-tingginya. Jika patah satu daripada dua sayap itu, maka tak dapatlah terbang burung itu sama sekali.” (Soekarno)

Kemerdekaan Indonesia tidak lepas dari perjuangan fisik dan pikiran para tokoh perempuan dalam melawan penjajah serta dalam usaha mempertahankan kemerdekaan. Sebut saja, Cut Nyak Dien yang merupakan pahlawan Perempuan dari Aceh yang ikut serta melawan penjajah saat itu dengan perjuangan fisik sebagai pemimpin perjuangan rakyat Aceh ketika melawan penjajah Belanda. Kemudian ada Fatmawati yang merupakan tokoh Perempuan yang berperan menjahit bendera pusaka merah putih yang dikibarkan dalam perayaan proklamasi kemerdekaan Indonesia dan  masih ada peran tokoh-tokoh Perempuan yang lainnya.  

Konsep kesetaraan pada momentum 79 tahun kemerdekaan Indonesia layaknya seperti ilustrasi harapan Soekarno di atas yang dapat memosisikan perempuan dan laki-laki sebagai dua aspek penting dalam menjawab cita-cita Indonesia sebagai negara maju. Adapun indikator-indikator yang harus menjadi catatan menuju tujuan tersebut adalah kualitas ekonomi, sumber daya alam, sumber daya manusia dan beberapa indikator lainnya. Dalam upaya mencapai beberapa kualitas tersebut, pada perayaan kemerdekaan ini menjadi momentum penting untuk merefleksikan kualitas masyarakat Indonesia sebagai individu yang berkualitas dan berdaya.

Indonesia pasca kemerdekaan tidak lepas pula dari berbagai permasalahan sosial, politik, pendidikan bahkan persoalan-persoalan perempuan. Dari banyaknya prestasi perempuan dalam merebut kemerdekaan tidak lantas menjadikan posisi perempuan dalam berbagai peran sebagai anak, istri, ibu bahkan anggota masyarakat dengan berbagai profesi menjadikannya terlindungi dari berbagai bentuk kekerasan. Ketidakberdayaan perempuan sering kali diciptakan melalui ruang-ruang kekerasan tersebut. Kemunculan hal demikian tidak lepas dari kualitas sumber daya manusia hari ini. 

Agustus menjadi bulan kemerdekaan bagi bangsa Indonesia, namun ditahun 2024 seakan menunjukkan ketidakmerdekaan perempuan dengan berbagai bentuk kekerasan yang dialaminya. Pertama, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dilakukan kepada selebgram perempuan dengan bukti unggahan video pada akun pribadinya @cut.intannabila di Instagram 13 Agustus 2024. Dalam catatan Komnas Perempuan terhitung dari tahun 2021 menunjukkan bahwa kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) menjadi data tertinggi yang terus terus dilaporkan. Pada laporan 21 tahun catatan tahunan yang dimiliki, terdapat 2,5 juta kekerasan di ranah personal dan di antara catatan tersebut, kekerasan terhadap istri (KTI) dengan laporan terbanyak, yaitu 484.993 kasus. 

Kedua, kekerasan intoleransi yaitu, larangan penggunaan jilbab bagi paskibraka yang diatur dalam keputusan BPIP Nomor 35 Tahun 2024 tentang standar pakaian, atribut dan sikap tampang pasukan  pengibaran bendera pusaka. Aturan demikian memunculkan kontroversi dan menimbulkan diskriminasi. Seharusnya keberagaman busana dapat memperlihatkan Indonesia sebagai negara yang beragam, mengingat bahwa Islam merupakan salah satu agama yang terdapat di Indonesia dan memiliki ciri khas tersendiri dalam berbusana, yaitu menggunakan jilbab yang dinilai dalam Islam sebagai salah satu simbol Muslimah (perempuan Islam). 

17 Agustus 2024 tentu menjadi perayaan kemerdekaan dengan harapan optimalisasi dalam pengimplementasian Undang-undang PKDRT dalam upaya melindungi berbagai bentuk kekerasan dalam rumah tangga termasuk sebagai upaya melindungi perempuan dalam lingkup komunitas yang bernama keluarga. Selanjutnya, kehadiran BPIP seharusnya mampu memberi penguatan terhadap praktik-praktik penguatan ideologi dengan aturan-aturan yang mengedepankan nilai-nilai Pancasila.

Kekayaan sejarah Indonesia yang tidak lepas dari peran serta keterlibatan Perempuan di dalamnya harus menjadi catatan penting dan motivasi besar bagi Perempuan Indonesia dalam menghadapi berbagai persoalan yang ada, baik itu soal kekerasan, diskriminasi, marginalisasi dan bentuk-bentuk lain yang merugikan keberadaan perempuan sebagai salah satu elemen penting dalam mewujudkan Indonesia maju tanpa kekerasan terhadap perempuan. Merdeka!


Penulis: 
Dri Fia Yulanda
(Sekretaris Umum Kohati PB HMI)

Advertisement

Type and hit Enter to search

Close