Sambangdesa.com - Umat muslim di seluruh dunia menyambut kedatangan bulan suci Ramadhan dengan suka cita, tak terkecuali di Indonesia. Sebagai negara dengan mayoritas penduduk muslim, kemeriahan menyambut Ramadhan sangat terasa. Terdapat tradisi unik jelang Ramadhan dari berbagai daerah di Indonesia. Tradisi unik tersebut sesuai dengan adat istiadat masing-masing daerah yang tetap dilestarikan hingga saat ini.
Berikut 12 tradisi unik jelang Ramadhan dari berbagai daerah di Tanah Air:
1. Padusan, Jawa Tengah dan Yogyakarta
Memasuki bulan Ramadhan, umat muslim bukan hanya melakukan persiapan fisik untuk menjalani ibadah puasa, tetapi juga persiapan batin dengan menyucikan diri. Salah satu tradisi menyucikan diri tersebut adalah padusan. Tradisi ini umumnya dilakukan oleh masyarakat Jawa Tengah dan Yogyakarta.
Padusan berasal dari kata adus yang berarti mandi. Tujuannya adalah menyucikan diri, membersihkan jiwa, dan raga, sehingga saat Ramadhan datang umat muslim dapat menjalani ibadah dalam kondisi suci lahir maupun batin.
Tradisi yang merupakan warisan leluhur ini, dilakuakn dengan cara berendam atau mandi di sumber mata air. Saat ini, kebanyakan kegiatan padusan dilakukan secara beramai-ramai bahkan menarik perhatian wisatawan baik domestik maupun mancanegara.
2. Kuramasan, Jawa Barat
Tradisi kuramasan dilakukan oleh warga di Kampung Adat Miduana, Cianjur, Jawa Barat. Kampung Adat Miduana merupakan sebuah perkampungan yang masih berpegang teguh pada tradisi Sunda dalam kehidupan sehari-hari.
Kegiatan unik jelang Ramadhan itu berlangsung di Sungai Cipandak, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.
Ketua Lokatmala Foundation Wina Rezky Agustina mengatakan dalam tradisi Kuramasan ini warga akan mandi di Sungai Cipandak baik secara individu maupun kelompok. Mereka datang ke Sungai Cipandak sehari menjelang Ramadhan sejak pagi hingga waktu solar Dzuhur
"Sebelum prosesi mandi massal ini, warga adat memanjatkan niat dan doa yang dipimpin oleh pemimpin adat setempat. Lalu, tanpa harus membuka pakaian, mereka turun ke Sungai Cipandak," kata Wina yang juga menjadi pendamping warga adat Miduana dikutip dari Antara.
Tak hanya prosesi mandi massal, warga juga membersihkan sampah di Sungai Cipandak secara gotong-royong. Setelah acara selesai, dilanjutkan dengan kegiatan makan bersama atau dikenal dengan mayor di tepi sungai.
3. Mohibadaa, Gorontalo
Jelang Ramadhan, masyarakat Gorontalo memiliki tradisi Mohibadaa, yakni membalurkan ramuan rempah-rempah tradisional sebagai masker wajah.
sebenarnya tradisi ini dilakukan tak hanya jelang Ramadhan. Namun, menyambut bulan puasa, tradisi ini menjadi lebih istimewa. Ramuan rempah-remah yang digunakan antara lain tepung beras, humopoto (kencur), bungale (bangle), dan alawahu (kunyit). Disarankan menggunakan beras ketan agar hasil tepungnya halus.
Mohibadaa dilakukan untuk menjaga kondisi kulit karena biasanya saat puasa, kulit terasa kering apalagi cuaca Gorontalo sangat panas.
Biasanya, paket rempah tradisional ini dijual di pasar tradisional sehingga masyarakat Gorontalo tak perlu meracik sendiri. Tak hanya aromanya yang harum sepanjang hari, kulit juga akan terasa kencang, sehat berseri, tidak kering, dan mengurangi kerutan.
4. Makan telur ikan, Kendal
Masyarakat Kaliwungu, Kendal memiliki tradisi unik yakni makan telur ikan mimi. Ikan mimi adalah binatang laut yang menyerupai ikan pari.
Menjelang Ramdhan, telur ikan mimi banyak dijajakan di alun-alun kota yang disulap menjadi pasar tiban atau pasar dadakan. Warga setempat meyakini telur ikan mimi ini biasa dimakan oleh penyebar agama Islam.
Biasanya, warga memakan telur ikan mimi malam menjelang Ramadhan. Selain makan telur ikan mimi, warga Kaliwungu juga memiliki tradisi tukuder yang artiya membeli makanan jelang Ramadhan.
5. Dandangan, Kudus
Dandangan merupakan tradisi yang diadakan untuk menandai dimulainya bulan Ramadan di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah.
puncak seremoni dandangan dilakukan dengan memukul bedug Masjid Menara Kudus. Kegiatan itu menandai awal bulan Ramadhan. Kata dandangan diambil dari suara bedug khas Masjid Menara Kudus, yang menimbulkan bunyi yang nyaring ‘dang’.
Pada mulanya, dandangan merupakan tradisi berkumpulnya para santri di depan Masjid Menara Kudus menjelang Ramadhan untuk menunggu pengumuman dari Sunan Kudus tentang penentuan awal puasa.
Seiring dengan berkembangnya waktu, momentum ini juga dimanfaatkan para pedagang untuk berjualan di sekitar masjid. Saat ini, tradisi dandangan juga menampilkan Kirab Dandangan yang merupakan representasi budaya di Kudus, seperti visualisasi Kiai Telingsing, Sunan Kudus, rumah adat Kudus, batil (merapikan rokok), dan lain-lain.
6. Malamang, Padang
Tradisi malamang dilakukan oleh warga Kecamatan Pauh, Padang, Sumatera Barat
Tradisi turun temurun ini dilakukan dengan membuat makanan lamang yakni makanan khas Minang yang terbuat dari beras ketan. Uniknya, lamang tersebut dimasak dengan cara dimasukkan ke dalam bambu panjang kemudian dibakar dengan dilapisi daun pisang.
Lamang biasanya menjadi makanan pembuka saat buka puasa. Tradisi malamang biasanya dilakukan sepekan hingga sehari menjelang Ramadhan.
7. Arwah jamak, Demak
Arwah jamak adalah tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Demak. Tradisi ini sudah ada sejak masa Sunan Kalijaga. Arwah jamak dilakukan dengan membca doa untuk orang tua, sanak saudara, serta leluhur yang sudah meninggal. Doa akan dibacakan bersama-sama menjelang datangnya bulan Ramadhan dan sepuluh hari terakhir pada malam ganjil Ramadhan.
Warga yang ingin mendoakan orang tua, saudara, dan leluhurnya secara berjamaah biasanya memberikan sedekah uang untuk tiap satu nama arwah. Uang yang terkumpul akan digunakan untuk menyantuni anak yatim piatu.
8. Meugang, Aceh
Menjelang Ramadhan, masyarakat Aceh ramai-ramai membeli daging sapi, lalu memasaknya, dan menyantapnya bersama keluarga. Tak jarang, mereka mengundang tetangga, anak yatim, dan fakir miskin untuk menikmati hidangan.
Marzuki Abubakar dalam penelitiannya, Tradisi Meugang dalam Masyarakat Aceh: Sebuah Tafsir Agama dalam Budaya menuliskan, daging itu diolah sesuai dengan menu masakan derah masing-masing, seperti asam keueung, kari, gulai merah, dan lainnya.
9. Nyorog, Jawa Barat
Nyorog dilakukan dengan berbagi bingkisan makanan ke sanak saudara dan keluarga yang tinggalnya berjauhan.
Sebab, masyarakat Betawi pada zaman dulu memiliki tempat tinggal yang berjauhan antara satu dengan yang lainnya karena dibatasi hutan dan kebun.
Bingkisan makanan yang dikirimkan dalam tradisi Nyorog ini berupa kue-kue, atau bahan makanan mentah, yaitu gula, susu, kopi, sirup, beras, ikan, dan daging. Terkadang bingkisan nyorog berupa makanan khas Betawi yang dimasukkan ke dalam rantang, misalnya sayur gabus pucung.
Tradisi merupakan tanda penghormatan dari orang yang lebih muda kepada orang yang lebih tua. Tradisi nyorog tak hanya dilakukan untuk menyambut bulan Ramadhan saja, namun juga saat Idul Fitri dan upacara pernikahan.
10. Megengan, Jawa Timur
Tradisi megengan merupakan tradisi menyambut bulan Ramadan oleh masyarakat Provinsi Jawa Timur. Megengan berasal dari kata megeng, yang berarti menahan. Filosofinya adalah menahan segala hal yang membatalkan ibadah puasa, dari lapar dan haus, serta hawa nafsu.
Tradisi ini dilakukan dengan kenduri atau selamatan, biasanya di masjid atau mushola. Tak lupa, setiap warga membawa makanan untuk saling berbagi nantinya. Dalam tradisi megengan, ada satu makanan yang tak akan pernah tergantikan, yaitu kue apem. Nama apem berasal dari kata bahasa Arab yakni afwan, yang berarti maaf atau ampunan sebagai simbol permohonan ampun kepada Tuhan YME.
11. Dugderan, Semarang
Dugderan merupakan tradisi unik menjelang Ramadhan dari Semarang, Jawa Tengah.
Upacara ini merupakan perpaduan tiga etnis yang mendominasi masyarakat Semarang yakni Jawa, Tionghoa, dan Arab. Nama dugderan diambil dari suara bedug yang ditabuh yakni 'dug' dan 'der'. Tabuhan bedug tersebut merupakan pertanda dimulainya bulan Ramadhan. Tradisi ini diramaikan dengan ikon berupa warak ngendhog yakni atraksi replikasi hewan berkaki empat namun berkepala mirip naga.
12. Nyadran, Jawa Tengah
Tradisi nyadran atau sadranan merupakan tradisi yang banyak dilakukan di daerah Jawa, utamanya Jawa Tengah. Kata nyadran berasal dari bahasa Sanskerta, yakni sraddha yang berarti keyakinan.
Tradisi ini dilakukan dengan cara mendatangi makam orang tua atau saudara yang sudah meninggal, kemudian membersihkan makam sembari menaburkan bunga. Tak lupa, mereka mendoakan mendiang orang tua dan saudaranya tersebut saat melakukan nyadran.
Social Footer