Sambangdesa.com / Jakarta - Luky Alfirman, Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) di Kementerian Keuangan (Kemenkeu), telah mengumumkan bahwa pemerintah pusat saat ini tengah mempersiapkan alokasi Dana Desa (DD) untuk Tahun Anggaran (TA) 2024 yang akan diberikan kepada 75.259 desa di Indonesia.
"Sebagaimana diketahui, dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024, Dana Desa dialokasikan sebesar Rp 71.000,0 miliar. Jumlah tersebut meningkat sebesar Rp 1.070,0 miliar atau 1,5 persen dibandingkan dengan anggaran tahun sebelumnya, yaitu 2023." terang Luky.
"Anggaran DD tahun 2024 akan diprioritaskan untuk percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem di Indonesia sesuai dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2022. Luky menjelaskan, Saat ini, fokus utama negara adalah mengatasi kemiskinan ekstrem, jadi kami memberi arahan kepada desa-desa bahwa mereka juga harus mengalokasikan sebagian dana untuk mengatasi kemiskinan ekstrem di wilayah mereka.'" tambah Luky.
Kementerian Keuangan juga merinci tiga strategi utama yang akan digunakan dalam upaya mengentaskan kemiskinan ekstrem. Pertama, mengurangi beban pengeluaran masyarakat melalui program bantuan sosial (bansos), jaminan sosial (jamsos), subsidi, kebijakan stabilitas harga, dan berbagai program lainnya.
Kedua, meningkatkan pendapatan masyarakat dengan upaya peningkatan produktivitas dan pemberdayaan masyarakat melalui optimalisasi program Padat Karya Tunai Desa (PKTD).
Ketiga, mengurangi jumlah kantong-kantong kemiskinan dengan cara, antara lain, memperbaiki pelayanan dasar, seperti meningkatkan akses ke layanan pendidikan dan infrastruktur, layanan kesehatan dan infrastruktur kesehatan, serta penyediaan infrastruktur sanitasi dan air minum yang layak.
Selain upaya pengentasan kemiskinan ekstrem, penggunaan Dana Desa (DD) juga difokuskan pada percepatan penurunan angka stunting di tingkat desa.
"Percepatan ini dilakukan melalui serangkaian tindakan. Pertama, pendekatan promosi dan preventif untuk mencegah serta menurunkan angka stunting disesuaikan dengan wewenang desa dan diputuskan dalam musyawarah desa." terang Luky
Menurutnya, laporan mengenai kemajuan pencegahan stunting di desa pada tahun anggaran sebelumnya akan menjadi salah satu syarat dalam penyaluran tahap kedua untuk desa mandiri dan tahap ketiga untuk desa nonmandiri. Laporan tersebut akan berfungsi sebagai bahan masukan, data, dan dasar untuk merumuskan kebijakan nasional dalam percepatan penurunan angka stunting.
Selanjutnya, alokasi anggaran yang dialokasikan untuk program penanggulangan stunting dari Dana Desa 2024 mencapai Rp 10.470,8 miliar. Selain itu, dukungan dari DD 2024 juga ditujukan untuk meningkatkan ketahanan pangan di tingkat desa.
Pada tingkat desa, ini akan diwujudkan melalui program ketahanan pangan yang mencakup sektor pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan tangkap, serta budidaya perikanan. Program ini bertujuan untuk mengakhiri kelaparan, memperkuat ketahanan pangan, meningkatkan asupan gizi, dan mendukung praktik pertanian berkelanjutan.
Selain manfaat tersebut, ketahanan pangan juga bertujuan untuk meningkatkan pendapatan petani dan nelayan dengan cara yang berkelanjutan. Total anggaran yang akan dialokasikan untuk ketahanan pangan dari DD 2024 diperkirakan mencapai Rp 9.017,9 miliar.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengungkapkan bahwa Dana Desa (DD) sejalan dengan kebijakan transfer ke daerah (TKD) yang diterapkan pemerintah, yang merupakan langkah konkrit dalam mewujudkan desentralisasi fiskal dengan alokasi yang terus meningkat.
Selama sepuluh tahun terakhir, program ini telah berhasil mendorong peningkatan kinerja daerah dan desa. Hal ini tercermin dalam peningkatan kemandirian fiskal daerah serta pertumbuhan jumlah desa yang telah mencapai status 'mandiri.' Kemandirian fiskal daerah menunjukkan sejauh mana daerah memiliki kemampuan untuk membiayai pemerintahan mereka sendiri.
Meskipun implementasi desentralisasi fiskal di Indonesia lebih fokus pada wewenang pengeluaran (expenditure assignment), pemerintah terus mendorong daerah untuk lebih memaksimalkan pendapatan asli daerah (PAD). Ini bertujuan agar daerah memiliki sumber daya yang lebih besar untuk mendukung penyediaan layanan publik.
Luky menjelaskan bahwa tingkat kemandirian fiskal daerah diukur berdasarkan perbandingan antara PAD dan total pendapatan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
"Pada tahun 2014, rasio kemandirian fiskal daerah secara nasional adalah 24,01 persen, yang kemudian meningkat menjadi 28,14 persen pada 2022," terang Luky.
"Sebaliknya, rasio TKD terhadap total pendapatan APBD mengalami penurunan dari 68,8 persen pada 2014, hingga turun menjadi 65,15 persen pada 2022." tambah Luky.
Menurutnya, perubahan ini menunjukkan bahwa dalam satu dekade terakhir, pemerintah daerah (pemda) telah mengalami peningkatan kemampuan dalam membiayai layanan publik dengan sumber daya keuangan yang mereka miliki sendiri.
Pelaksanaan Undang-undang (UU) Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD) diharapkan terus mendorong penguatan kemampuan pengenaan pajak lokal, yang akan berkontribusi pada peningkatan kemandirian fiskal di daerah.
Selain itu, Luky menyebut bahwa peningkatan kemandirian fiskal daerah tidak terlepas dari peningkatan kinerja perpajakan di tingkat daerah, yang telah menunjukkan peningkatan yang signifikan.
"Pada tahun 2022, realisasi pajak daerah melebihi tingkat sebelum pandemi Covid-19 dengan pertumbuhan yang cukup mencolok." ucap Luky.
Luky juga mencatat bahwa peningkatan realisasi pajak daerah ini sejalan dengan tren peningkatan rasio pajak lokal sejak dimulainya pandemi.
Tren ini diharapkan akan berlanjut hingga tahun 2024, terutama karena tahun ini merupakan awal dari pelaksanaan UU Nomor 1 Tahun 2022 dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2023 yang mengatur aspek-aspek terbaru terkait pajak dan retribusi daerah.
Dalam regulasi tersebut, terdapat sejumlah kebijakan yang berpotensi meningkatkan kemampuan pengenaan pajak lokal, termasuk kenaikan tarif pajak tertentu, perluasan objek pajak, dan upaya penguatan administrasi perpajakan daerah melalui kerja sama pertukaran data perpajakan serta sinergi dalam pemungutan pajak lokal.
Secara khusus, aparat desa memiliki peran yang signifikan dalam pemutakhiran objek pajak lokal dan penagihan pajak daerah tertentu, seperti Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di wilayah pedesaan dan perkotaan, yang sebagian besar masih menjadi sumber penerimaan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) terbesar di banyak daerah."
Oleh karena itu, UU HKPD mengakui peran penting desa ini dengan mewajibkan pemerintah kabupaten atau kota memberikan Dana Bagi Hasil (DBH) yang bersumber dari PDRD.
"Dampak dari ini juga terlihat dalam alokasi Dana Desa (DD). Dalam beberapa tahun terakhir setelah alokasi DD diberlakukan, jumlah desa yang mandiri secara finansial mengalami peningkatan yang signifikan." terang Luky.
Data dari Indeks Desa Membangun (IDM) Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT) menunjukkan bahwa hanya ada 313 desa yang terkategori sebagai desa mandiri pada tahun 2018. Saat ini, terdapat 11.456 desa mandiri di seluruh Indonesia. Meskipun DD bukan satu-satunya sumber pendanaan untuk kegiatan desa, hal ini mencerminkan bahwa manajemen DD yang baik memiliki potensi untuk terus mendorong kinerja desa.
Manajemen DD yang baik juga diperkuat oleh berbagai faktor, termasuk dorongan dari pemerintah daerah melalui alokasi DD, bantuan keuangan dari tingkat provinsi, kabupaten atau kota, DBH dari PDRD, serta belanja dari APBN atau APBD yang bersifat wajib.
Wakil Presiden Pertama Republik Indonesia, Mohammad Hatta, dengan tegas menekankan peran krusial yang dimainkan oleh desa dalam pembangunan nasional."
Beliau menyatakan, "Kejayaan Indonesia tidak hanya bergantung pada kilauan cahaya di Jakarta, melainkan pada sinar-sinar kecil yang bersinar di desa-desa.".
Pernyataan ini tidak semata-mata disebabkan oleh mayoritas penduduk Indonesia yang tinggal di desa, melainkan karena desa memberikan kontribusi besar dalam menjaga stabilitas nasional.
Desa merupakan kawasan yang kaya akan sumber daya alam (SDA), termasuk tanah, air, dan lahan pertanian, yang memiliki potensi besar untuk menggerakkan pembangunan ekonomi desa dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa.
Hasil dari pemanfaatan sumber daya ini, pada akhirnya, dapat mencapai cita-cita nasional, termasuk prinsip keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sebagaimana tercantum dalam sila kelima Pancasila.
Perkembangan desa juga merupakan elemen penting dalam rangkaian pembangunan nasional yang mengintegrasikan semua aspek kehidupan masyarakat.
Karena itu, pemerintah sangat mengakui pentingnya pembangunan di tingkat desa melalui Dana Desa (DD), sejalan dengan amanat yang tertera dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Perlu dicatat bahwa tujuan utama Dana Desa (DD) adalah meningkatkan kesejahteraan dan menyebarluaskan pembangunan di desa. Hal ini dicapai melalui peningkatan pelayanan publik, kemajuan ekonomi desa, pengurangan kesenjangan pembangunan antar desa, dan pemberdayaan masyarakat desa.
DD, yang didanai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), adalah bentuk pengakuan dan apresiasi dari pemerintah pusat terhadap peran penting desa dalam pembangunan nasional."
Sesuai dengan Undang-Undang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD), DD merupakan bagian dari Transfer Ke Daerah (TKD) yang diperuntukkan bagi desa. Dana ini mendukung pendanaan operasional pemerintahan desa, pelaksanaan program pembangunan, pemberdayaan masyarakat, dan kegiatan kemasyarakatan.
Alur alokasi DD memperhitungkan prinsip pemerataan dan keadilan, dengan mempertimbangkan berbagai faktor seperti kinerja desa, jumlah desa, jumlah penduduk, tingkat kemiskinan, luas wilayah, serta kesulitan geografis.
Penggunaan DD untuk mempercepat pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa harus menghasilkan output dan hasil yang jelas dan dapat diukur. Ini dicapai dengan menetapkan target penggunaan DD setiap tahun sesuai dengan prioritas nasional yang diatur dalam Undang-Undang tentang APBN.
Dana Desa pertama kali dialokasikan pada tahun 2015 dengan anggaran sebesar Rp 20.766,2 miliar. Sejak itu, alokasi DD terus mengalami peningkatan hingga mencapai Rp 70.000,0 miliar pada tahun 2023.
Dalam periode 2019 hingga 2023, perkembangan DD mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 0,04 persen. Anggaran DD pada tahun 2019 sebesar Rp 69.814,1 miliar, dan proyeksi pada tahun 2023 mencapai Rp 69.930,0 miliar.
Sementara itu, rata-rata Dana Desa yang diterima per desa juga mengalami peningkatan, naik dari Rp 931,4 juta per desa pada tahun 2019 menjadi Rp 933,9 juta per desa pada tahun 2023.
Jumlah desa yang menerima Dana Desa juga mengalami peningkatan, dari 74.953 desa pada tahun 2019 menjadi 74.954 desa pada tahun 2023.
Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2024, DD dianggarkan sebesar Rp 71.000,0 miliar, mengalami kenaikan sebesar Rp 1.070,0 miliar atau 1,5 persen dibandingkan proyeksi tahun 2023.
Social Footer