Sambangdesa.com - Perlu diketahui bahwa skala ekonomi petani dan nelayan kita relatif kecil, rata2 lahan pertanian perkapita kurang dari 0,5 hektar, begitu juga nelayan kita, yang dominan adalah nelayan kecil. Hal ini seringkali menyulitkan untuk mendatangkan investasi, krn diperlukan aggregator untuk melakukan konsolidasi komoditas, sehingga minimal bisa mencapai skala ekonomi.
Masalah klasik produk unggulan perdesaan, dari tahun ke tahun ya masih sama, yaitu:
1. Rendahnya skala ekonomi
2. Lemahnya akses pasar
3. Jalur distribusi yang panjang
4. Tidak tersedianya sarana dan prasarana pasca panen
5. Keterbatasan akses permodalan.
Kalau 5 hal ini tidak terselesaikan, sulit program apapun atas nama pertanian, perkebunan, kelautan dan perikanan akan dinyatakan sukses.
Apabila 5 hal di atas bisa diselesaikan dengan baik, skala ekonomi bisa terpenuhi, akan memudahkan investor bisa masuk, begitu juga akan menarik investor juga untuk membangun sarana dan prasarana pasca panen. Apabila hal ini bisa terjadi, akan meningkatkan efisiensi dalam pengelolaan, investor juga akan lebih tertarik, biaya produksi bisa ditekan dan akan lebih mempunyai akses pasar lebih mudah.
Terkait dengan pergudangan, urgensinya, pernah ingat kan, banyak kasus panen sayur dan buah2an serta hasil tangkap ikan yang tidak bisa diserap pasar terus dibuang. Bahkan seringkali petani juga terpaksa menjual hasil pertaniannya, pada saat harga jatuh, karena sudah tidak punya tempat menyimpan lagi hasil panennya.
Kasus-kasus ini sering terjadi. Karena memang petani dan nelayan, tidak punya gudang penyimpanan, tidak punya cold storage untuk menyimpan produk segar basah. Karena tidak ada gudang penyimpanan, terpaksa petani dan nelayan menjual hasil panen dan nelayan menjual hasil ikannya walaupun dihargai murah, terpaksa dilakukan.
Dari latar belakang ini, kenapa tidak Pemda Provinsi/Kab/Kota Masuk dalam Bisnis Pergudangan, termasuk Cold Storage yang Dikelola Oleh BUMD? dengan demikian, petani bisa menyimpan hasil panennya, pada saat panen raya dan yang cenderung harga jatuh, disimpan dalam gudang dan dijual pada saat ini harga sudah membaik. Begitu juga hasil tangkapan nelayan, bisa disimpan dalam cold storage yang dikelola BUMD, sehingga tidak harus dijual pada saat panen raya, tapi bisa disimpan dan dijual perlahan pada saat harga membaik.
Dalam suatu diskusi mengenai logistik, pernah dibahas mengenai Kab Biak, Prop papua, dan kontainer berpendingin yang masuk ke Kab Biak, sebulan sebanyak 50 unit, sedangkan kebutuhan untuk mengeluarkan ikan dari Kab Biak membutuhkan ratusan kontainer, sedangkan membawa kontainer berpendingin kosong, membutuhkan biaya 50% dari kontainer isi. Jadi mau tidak mau, solusinya ya harus ada pergudangan berpendingin, cold storage.
Bagaimana dengan ide ini?
Manajemen pergudangannya, nanti bisa pakai Sistem Resi Gudang seperti dalam UU Nomor 9 Tahun 2011. Dengan sistem ini, petani atau nelayan yang menyimpan hasil pertanian dan ikan hasil tangkapannya, bisa mendapatkan resi/sertifikat sebagai bukti komoditas yang disimpan, dan dalam sistem ini, resi tersebut bisa diagunkan ke bank untuk mendapatkan pinjaman, sehingga, petani bisa mendapatkan pinjaman modal dan juga nelayan bisa dapat pinjaman modal untuk kebutuhan melaut dan kebutuhan sehari2.
Jadi dalam skema pengembangan dan penguatan rantai nilai produksi untuk keterkaitan produksi, pengolahan, distribusi, logistik dan pasar, pada bagian logistik ini yang selama ini, pemerintah pusat dan pemerintah daerah masih kurang masuk, jadi salah satu solusi yang direkomendasikan adalah terbentuknya BUMD yang bergerak pada bidang logistik.
Social Footer