Sambangdesa.com / Maagelang - Ribuan ikan di kolam telah mati, sementara tanaman padi di beberapa petak sawah tidak lagi berbuah maksimal. Masalah ini terjadi di Desa Sambak, Kecamatan Kajoran, Magelang, Jawa Tengah (Jateng) akibat limbah tahu yang dibuang secara serampangan oleh pemilik pabrik. Selain merugikan warga, limbah tahu juga menyebabkan polusi udara berupa bau yang tidak sedap.
Namun, kini persoalan pencemaran lingkungan di Desa Sambak telah menjadi kenangan. Limbah tahu telah diolah menjadi biogas dan memberikan manfaat bagi warga. Keberhasilan dalam mengembangkan energi baru terbarukan (EBT) ini membuat Desa Sambak mendapatkan penghargaan Desa Mandiri Energi (DME) kategori mapan dari Pemerintah Provinsi Jateng pada tahun 2022. Selain itu, Sambak juga menyandang predikat Desa Program Iklim (Proklim) Kategori Lestari sejak 2021, yang merupakan peringkat tertinggi di bidangnya.
Kisah inspiratif ini dimulai ketika Pemerintah Desa Sambak mengajukan keluhan masyarakat tentang masalah limbah tahu ke Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Provinsi Jateng pada tahun 2014. Mereka kemudian menerima saran untuk mengajukan proposal pembuatan instalasi biogas. Setahun kemudian, Dinas LHK merealisasikan usulan tersebut. Dari 12 pabrik tahu yang ada di Desa Sambak, kebanyakan beroperasi di wilayah Dusun Sindon, dan instalasi biogas pertama dibangun di sana.
Kepala Dusun Sindon, Suryadi, menjelaskan bahwa instalasi biogas di wilayahnya mulai beroperasi pada awal 2016. Limbah tahu yang sebelumnya menjadi masalah kini membawa berkah bagi warga.
"Pembuangan limbah tahu diprotes habis-habisan oleh warga pada tahun 2013 karena sangat mengganggu lingkungan. Bahkan, mereka meminta agar pabrik ditutup," ujar Suryadi dalam wawancara dengan Kompas.com.
Dengan menggunakan biogas, sejumlah warga dapat berhemat karena tidak perlu lagi membeli tabung gas elpiji untuk memenuhi kebutuhan energi sehari-hari. Manfaat yang nyata ini mendorong Pemerintah Desa untuk mengembangkan pemanfaatan biogas.
Kepala Desa Sambak, Dahlan, menyatakan bahwa pada tahun 2019, Pemerintah Desa mengalokasikan dana sebesar Rp 135 juta untuk membangun digester baru yang berfungsi mengubah limbah cair produksi tahu menjadi biogas. Dua tahun kemudian, Desa Sambak menerima bantuan pembangunan dua unit digester dari Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jateng.
Dahlan bersyukur karena biogas hasil pengolahan limbah tahu dari para pelaku usaha di wilayah Sindon sekarang bisa dirasakan juga oleh sejumlah warga di dusun lain. Selain itu, para pengrajin tahu dapat terus beroperasi dan menyerap tenaga kerja dari lingkungan sekitar.
Warga Dusun Miriombo RT 015/RW 006, Muhammad Kurniadi (30), yang akrab dipanggil Adi, mengungkapkan betapa terbantunya dirinya dengan adanya instalasi biogas dari limbah tahu di desanya. Dengan hadirnya energi alternatif ini, keluarganya tidak lagi memerlukan pembelian elpiji untuk kebutuhan bahan bakar sehari-hari. Bahkan, Adi kini memanfaatkan biogas untuk mendukung usaha kedai kopinya.
Sebelumnya, keluarga Adi harus menggunakan 7-8 tabung elpiji ukuran 3 kg setiap bulan untuk keperluan dapur dan warung. Namun, kini situasinya berbeda. Mereka hanya perlu membayar iuran bulanan sebesar Rp15.000 kepada Kelompok Pengelola Biogas Lestari Desa Sambak untuk mendapatkan pasokan biogas.
"Kami bisa berhemat banyak sejak menggunakan biogas. Untuk membeli satu tabung elpiji, kami harus mengeluarkan uang sebesar Rp22.000. Ini jauh lebih besar dibandingkan dengan biaya iuran biogas," ujar Adi.
Sejauh ini, penggunaan biogas tidak menimbulkan kendala berarti bagi Adi. Pasokan biogas yang masuk ke rumah dan warungnya terbukti stabil. Bahkan, ia merasa lebih puas karena api yang dihasilkan di kompor lebih besar dibandingkan ketika menggunakan elpiji.
"Api biogas memiliki warna biru yang sama. Namun, dengan biogas, proses memasak menjadi lebih mudah karena api yang dihasilkan lebih besar," tambahnya.
Ngasiah, warga Dusun Sindon lainnya, juga merasa sangat terbantu dengan adanya biogas dari limbah tahu di wilayahnya. Ia memanfaatkan biogas untuk mendukung usaha kecilnya dalam memproduksi tempe gembus. Sebelum menggunakan biogas, Ngasiah harus menghabiskan 5-10 tabung elpiji per bulan.
"Kehadiran biogas ini telah mengurangi pengeluaran kami. Sebelum tahun 2021, warga hanya membayar iuran operasional sebesar Rp10.000 per bulan sesuai kesepakatan," paparnya.
Para pemilik pabrik tahu juga menyatakan bahwa pengembangan biogas memberikan manfaat bagi mereka. Salah satunya adalah Asrofi (50), yang mengungkapkan bahwa pengadaan instalasi biogas telah memperbaiki hubungan sosial antara pengrajin tahu dan masyarakat sekitar. Selain itu, dia merasa lebih tenang karena tidak lagi membuang limbah dengan sembarangan.
Sebelumnya, Asrofi membuang limbah tahu ke sawah miliknya tanpa mengolahnya, sehingga airnya berbau dan dianggap merugikan lingkungan. Kini, dengan adanya instalasi biogas, limbah dapat diolah dengan baik di digester.
Asrofi juga memanfaatkan biogas untuk memenuhi kebutuhan energi di rumah dan mendukung bisnisnya. Meskipun dalam produksi tahu, dia tidak menggunakan biogas untuk merebus sari kedelai di pabrik, agar tidak mengganggu pasokan ke rumah warga. Namun, sebagai bahan bakar memasak untuk para pekerja pabrik yang berjumlah 14 orang, Asrofi menggunakan biogas. Hal ini membantunya menghemat pembelian 8-10 tabung elpiji 3 kg per bulan.
Asrofi menuturkan bahwa sebelumnya, satu tabung gas elpiji habis digunakan hanya dalam 3 hari, sehingga ia seringkali kesulitan mendapatkan pasokan yang cukup. Dengan adanya biogas, tidak hanya menghemat biaya, tetapi juga mengurangi ketergantungan pada elpiji yang seringkali langka dan harganya naik. Asrofi telah memproduksi tahu sejak tahun 1996.
Terkait informasi yang diminta, Ketua Pengelola Biogas Lestari Desa Sambak, Usman, menyatakan bahwa saat ini sebanyak 68 KK (Kepala Keluarga) di Sambak telah memanfaatkan biogas. Proses pemanfaatan biogas tersebut dilakukan secara bertahap dari tahun 2016 hingga 2019. Dari jumlah tersebut, 50 KK berada di Dusun Sindon, 4 KK di Miriombo, 8 KK di Sambak 1, dan 6 KK di Punduan. Warga tersebut menerima pasokan biogas dari enam digester yang telah dibangun.
Usman menegaskan bahwa Kelompok Pengelola Biogas Lestari Desa Sambak tidak akan berhenti sampai di situ saja dalam mengembangkan energi baru terbarukan. Mereka memiliki cita-cita untuk membuat seluruh warga desa merasakan manfaat dari biogas. Usman menyatakan bahwa Kelompok Pengelola memiliki rencana untuk membangun digester baru guna menampung limbah tahu dari dua pabrik yang belum terfasilitasi. Selain itu, mereka juga ingin memanfaatkan kotoran ternak dan limbah komunal warga untuk diubah menjadi biogas.
"Target kami adalah mewujudkan desa mandiri energi yang benar-benar nyata, bukan sekadar slogan atau atribut. Kami masih memiliki potensi limbah ternak dan limbah komunal warga yang belum dimanfaatkan," jelas Usman.
Walaupun belum semua warga terhubung dengan energi baru terbarukan, Desa Sambak sering menjadi tujuan studi banding dari desa-desa maupun daerah lain. Beberapa pengunjung bahkan datang dari luar Jawa, seperti Samarinda, Kalimantan Timur, dan Muara Enim, Sumatera Selatan.
Social Footer