Xanana Gusmao Kembali Dilantik Sebagai Perdana Menteri Timor Leste / Foto: Ist. |
Dalam pidato pengukuhan, Gusmao menyampaikan visinya untuk rakyat Timor Leste, yaitu menciptakan kesejahteraan, pendidikan yang berkualitas, inovasi, menciptakan lapangan kerja, dan memprioritaskan sektor-sektor produktif guna membangun ekonomi yang lebih baik.
Partai Kongres Nasionalnya untuk Rekonstruksi Timor (CNRT) memimpin pemilihan parlemen pada akhir Mei dengan memperoleh 41,6 persen suara, sementara partai lawan utama dan pemimpin koalisi petahana, Fretilin, mendapatkan 25,7 persen suara, menurut komisi pemilihan.
Xanana Gusmao, yang merupakan mantan pemimpin pemberontak berusia 77 tahun, juga berjanji untuk memperbaiki undang-undang negara dan mengembangkan proyek pipa gas.
"Pemerintah akan memprioritaskan peninjauan sistem peradilan dan pembangunan, dimulai dari desa-desa, serta akan berupaya membawa pipa Greater Sunrise ke Timor Leste," ujarnya.
Xanana Gusmao lahir dengan nama Jose Alexandre Gusmao dan merupakan keturunan Portugis-Timor. Ia tumbuh di wilayah yang saat itu merupakan koloni Portugis. Gusmao bergabung dengan Front Revolusioner untuk Timor Timur Merdeka (Fretilin) pada tahun 1975 dan berjuang untuk kemerdekaan Timor Timur dari Portugal dan kemudian Indonesia.
Dikenal dengan nama kode Xanana, yang kabarnya terkait dengan sebuah lagu doo-wop populer, ia dengan cepat naik pangkat dari barisan perlawanan dan menjadi pemimpin sayap militer Fretilin, Falintil, pada tahun 1981. Sebagian besar hidupnya dihabiskan di hutan bersama sesama pejuang.
Setelah ditangkap oleh pasukan Indonesia pada tahun 1992, Gusmao tetap memimpin perjuangan dari penjara di Jakarta. Di dalam penjara, ia menjalin hubungan dengan istri keduanya melalui korespondensi. Kirsty Sword, seorang pekerja bantuan dari Australia, awalnya mengajar bahasa Inggris kepada Gusmao melalui surat, tetapi kemudian dia berhasil menyelinap ke penjara untuk bertemu langsung dengannya.
Gusmao dikenal dengan julukan 'pejuang penyair' karena ia melukis dan menulis puisi selama menjalani tugas di balik jeruji besi.
"Dia adalah pemimpin perlawanan yang luar biasa, mampu menyatukan orang-orang," kata Damien Kingsbury, seorang profesor emeritus di Universitas Deakin, Melbourne, kepada AFP. "Dia mencetak hasil terbaik untuk CNRT dalam pemilihan terakhir dan merupakan sosok politik
Social Footer