Breaking News

Belajar Inovasi Desa Dari India

Belajar Inovasi Dari India
Petani Idia Sedang Memasang Teraltec di lahan pertanian Mereka / Foto: Ist


Sambangdesa.com – Tipologi pedesaan India sebagian besar hampir sama dengan Indonesia. Kasus kelangkaan energi, air, terbatasnya akses pelayanan kesehatan, dan pengelolaan sektor pertanian pedesaan juga dihadapi oleh India. Kondisi tersebut memaksa beberapa ahli, baik itu akdemisi, ilmuan, pegiat desa, dan para paraktisi yang memiliki perhatian terhadap desa berpikir keras untuk mencari penyelesaiannya.

Keadaan yang mendesak tersebut akhirnya melahirkan beragam inovasi yang mampu menjawab kebutuhan Desa. Ada beberapa inovasi yang menurut Sambang Desa bisa dijadikan sebagai bahan acuan untuk melahirkan inovasi-inovasi desa yang sesuai dengan kebutuhan dan karakter desa di Indonesia.

Dalam beberapa laporan, tercatat, hingga tahun 2020, sejumlah besar pedesaan di India masih kekurangan akses terhadap kebutuhan dasar hidup dan pelayanan sosial dasar, seperti tersedianya air bersih, air untuk pengembangan pertanian, pelayanan untuk perawatan kesehatan, akses pendidikan yang terjangkau dan layak, energi listrik yang murah dan terjangkau, serta kebutuhan lainnya.
Untungnya, dalam beberapa tahun terakhir, beberapa penemuan yang berguna telah mengubah kehidupan orang-orang di pedesaan India. Hal tersebut membuktikan bahwa siapapun jika ada kemauan mampu memberikan solusi terhadap permasalahan yang umum dihadapi pedesaan India. Berikut beberapa inovasi Desa yang berhasil dihimpun oleh Sambang Desa dari berbagai Sumber, Senin (23/5/22).
1) Taraltec: Memurnikan air tanah yang terkontaminasi 
Laporan NITI Aayog menyatakan bahwa 70% pasokan air India “tercemar”. Hampir 40% pasokan air India berasal dari sumber air tanah, yang habis pada "tingkat yang tidak berkelanjutan,". 

Dalam beberapa peristiwa, Akuifer air banyak dipengaruhi oleh kontaminan biologis seperti mikroba dan patogen yang dapat menyebabkan penyakit berbahaya yang ditularkan melalui air seperti diare, kolera, dan tipus.

Anjan Mukherjee, mantan kepala insinyur kelautan, telah mengembangkan Reaktor Disinfeksi Taraltec, sebuah perangkat yang mudah dioperasikan oleh siapapun. Alat tersebut mampu mengubah air yang terkontaminasi menjadi air bersih. Alat tersebut juga mampu membunuh mikroba berbahaya yang ada di dalam air hingga 99%.

“Perangkat ini mengubah energi kinetik cairan menjadi jutaan gelembung mikro yang diharapkan bertindak sebagai reaktor lokal. Alat ini menghasilkan panas ekstrim, tekanan dan turbulensi yang melepaskan paket energi yang intens selama runtuhnya gelembung. Gelombang kejut yang dihasilkan oleh alat yang ditandai dengan adanya suara ledakan tersebut mampu mengoyak dan membunuh mikroba. Sehingga Air, 99% menjadi lebih aman daripada sebelumnya. Air yang berasal dari sumur pompa atau bor bisa langsung dinikmati oleh semua orang,” kata Mukherjee, ketika berbicara kepada The Better India seperti dikutip Sambang Desa.
 
2) Shuddham: Pemurni air tanpa listrik dan berbiaya rendah 
Lahir dari kelompok petani marginal, Jitendra Seorang insinyur mesin yang berasal dari desa terpencil di negara bagian Pradesh menciptakan sebuah alat bernama Shuddham. Sebuah Alat untuk memfilter air dengan biaya yang murah dan operasional yang mudah. alat tersebut mampu menyaring hingga 90.000 liter air dalam kurun waktu enam bulan dan tidak menggunakan listrik sama sekali. Dalam Per-hari, alat ciptaannya mampu mengolah 500 liter air kotor menjadi air layak konsumsi untuk kebutuhan rumah tangga, kecuali untuk minum dan memasak.
Tanpa menggunakan listrik, 'Shuddham' bekerja berdasarkan prinsip gravitasi, di mana ia menggunakan kembali air yang digunakan di kamar mandi, dengan membuatnya melalui serangkaian prosedur penyaringan dan kemudian melepaskan air tersebut melalui proses daur ulang dari segmen paling bawah mesin.

“Air dibersihkan dalam rentang beberapa menit melalui pengayakan granular yang kemudian dilanjutkan dengan ultrafiltrasi karbon aktif. Mesin ini juga dilengkapi dengan mekanisme anti-choke. hal ini untuk memastikan tidak ada penyumbatan dalam aliran air dan partikel-partikel kotoran tidak bercampur dengan air bersih yang telah dimurnikan,” terang Jitendra .

3) Ecozen: Menjaga produk pertanian tetap segar dan tahan lama 
Menurut Associated Chambers of Commerce, India menderita kerugian pasca panen sekitar hampir 2 triliun dalam setiap tahunnya, karena kurangnya fasilitas penyimpanan dan unit pemrosesan makanan yang mampu menjaga katahanan hasil pertanian. 

Beruntung, ada tiga mantan mahasiswa IIT-Kharagpur telah menemukan produk yang sangat inovatif, dimana para petani di India dapat meningkatkan umur simpan produk mereka dan dapat beroperasi pada pasar yang lebih luas.
 
Melalui startup bentukan mereka, Ecozen, Devendra Gupta, Prateek Singhal, dan Vivek Pandey mengembangkan Ecofrost, unit penyimpanan dingin bertenaga surya. Alat ini dapat digunakan untuk mengawetkan produk yang cenderung cepat rusak, seperti bayam, tomat, atau capsicum, dan bisa disimpan hingga 21 hari lamanya. Bahkan, para Petani dapat mengontrol suhu dari ponsel mereka dengan memilih produk yang ingin mereka simpan. Unit penyimpanan kemudian secara otomatis mengatur suhu secara optimal. Pada hari-hari ketika tidak ada matahari, fasilitas ini dilengkapi dengan baterai yang mampu menjaga ketahanan suhu hingga 30 jam.

“Fokusnya tidak hanya pada peningkatan umur simpan hasil pertanian, tetapi juga untuk menjaga kualitas asli produk pertanian tersebut. Beberapa komoditas, seperti brokoli, itu biasanya tidak bertahan lama. Dengan alat ini kami kami bisa memperpanjangnya hingga tiga hari. Dengan tambahan ekstra dapat memungkinkan para petani menjangkau pasar yang berada dalam radius 900 kilometer, dibandingkan dengan radius terbatas yang hanya 300 kilometer yang mereka miliki sebelumnya”, terang Devendra Gupta.

4) Drone Ambulans 
Waktu respons rata-rata ambulans di India adalah 9,33 menit, dan ini dapat meluas lebih jauh di kota-kota sebagai akibat dari kemacetan lalu lintas, sementara di daerah pedesaan kondisi jalan bisa sangat buruk. Kondisi ini suka atau tidak banyak miripnya dengan Indonesia. Apalagi masih banyak kawasan pedesan yang belum memiliki sarana insfrastruktur yang memadai. Bahakan di beberapa kawasan pedesaan Indonesia ada bebera kawasan yang sangat terisolir.

Dua kelompok siswa di India telah mengembangkan solusi yang secara drastis dapat mengurangi waktu respon yang sangat merugikan pasien. Goutham Sharma dan Jervis Anthony Saldanha, mantan mahasiswa MV Jayaraman College of Engineering (MVJCE) di Bengaluru, dan mahasiswa Institut Pendidikan Tinggi dan Penelitian St Peters , di Avadi, Chennai, telah mengembangkan ambulans drone.

Dilengkapi dengan peralatan medis darurat , dan kemampuan untuk bermanuver di ruang sempit dengan lepas landas dan mendarat vertikal, drone-ambulans akan membuat keadaan darurat medis menjadi lebih mudah ditangani. Dalam beberapa laporan, disebutkan bahwa UAV ini bisa membawa defibrillator eksternal otomatis, selain alat tekanan darah otomatis dan peralatan medis darurat lainnya.

“Drone itu memiliki GPS bawaan. Saya dapat membawa kotak P3K seberat 8 kg dan terbang dengan kecepatan hingga 70 km/jam. Prototipe dapat dikendalikan dari jarak jauh hingga 3 km, dan tim kami saat ini sedang mengerjakan model yang mampu dikendalikan untuk jarak jangkau yang lebih jauh lagi,” terang M Yuvaraj.

5) Jugnu: Ransel surya 
Mei lalu, Charu Monga, seorang peneliti di Departemen Desain, Institut Teknologi India, Guwahati, mengumumkan pengembangan kantong surya Jugnu, yang memiliki panel surya terintegrasi di dalamnya.

Pada siang hari, tas menyimpan daya yang cukup bahkan untuk menyalakan lampu LED. Untuk siswa yang tinggal di bagian India yang tidak terjangkau aliran listrik, khususnya di pegunungan di mana mereka harus melakukan perjalanan jarak jauh dan kembali ke rumah dengan catu daya yang tidak teratur, alat tersebut merupakan ivovasi yang sangat tepat.

“Tas ini dikhususkan untuk semua anak-anak, tentara India yang dyang sedang bertugas di daerah luar, wanita & pria, wisatawan yang sedang mendaki wilayah pegunungan dan semua orang biasa yang tinggal di daerah pedesaaan,” urai Charu Monga.

Advertisement

Type and hit Enter to search

Close